SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA SAYA...


Mudah-mudahan dapat bermanfaat....

Kamis, 25 November 2010

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan IPA : Continuous Improvement dalam kelas IPA


A.      Pendahuluan
          Mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional dan bahkan telah lama menjadi bahan perdebatan publik terutama tentang tuntutan akan mutu pendidikan seiring dengan bergulirnya reformasi di segala bidang. Sejalan dengan sumber keberadaannya di masyarakat, sekolah dituntut oleh masyarakat untuk mempertanggung jawabkan tugasnya. Dengan kata lain  pendidikan dan pengajaran di sekolah dituntut agar dilaksanakan secara efektif, sesuai dengan standar-standar atau syarat-syarat yang berlaku.
          Pendidikan IPA merupakan wahana yang efektif untuk membawa  keterampilan olah pikir dengan arah menuju sikap ilmiah dalam mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada perjalanannya agar efektivitas pendidikan tercapai tentu tidak bisa lepas dari kendali peranan supervisi. Program supervisi pendidikan IPA yang dikembangkan haruslah memberikan kontribusi terhadap pengembangan profesional guru. Secara alamiah, supervisi sebenarnya sudah dilakukan oleh guru ketika pembelajaran sedang berlangsung maupun sesudahnya. Melalui supervisi, guru memperoleh pengalaman praktik pembelajaran sebagai salah satu cara untuk meningkatkan diri atau memperbaiki mutu layanan pembelajaran di kelas.
         Kenyataannya, berdasarkan hasil laporan beberapa lembaga internasional, perkembangan pendidikan di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini tercermin dari hasil TIMSS (Trends Internasional in Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bidang IPA berada pada urutan ke-38 dari 40 negara (kajian kurikulum mata pelajaran IPA, 2007). Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan di Indonesia memang harus terus dilakukan. Perlu diupayakan penataan pendidikan yang bermutu dan terus menerus yang adaptif terhadap perubahan zaman. Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia itu memang tidak terlepas dari hasil yang dicapai oleh pendidikan kita selama ini. Standar nasional pendidikan harus disempurnakan dan ditingkatkan secara berencana, terarah dan berkala sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
         Pendidikan IPA merupakan bagian dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Pada tingkat satuan pendidikan, pendidikan IPA dengan segala kekhasannya merupakan bagian dari sistem yang dikembangkan pada setiap satuan pendidikan. Mutu pendidikan IPA  bergantung pada manajemen mutu yang dikembangkan oleh tiap satuan pendidikan. Hal ini yang membawa konsekuensi, sistem manajemen mutu yang dikembangkan dalam pendidikan IPA seharusnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem manajemen mutu satuan pendidikannya, dan pada gilirannya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Dengan kata lain, salah satu indikator keberhasilan program mutu yang dicanangkan Depdiknas adalah terciptanya sistem penjaminan mutu pendidikan IPA pada tingkat satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu satuan pendidikan tersebut.

B. Sistem Penjaminan Mutu
  Penjaminan mutu di desain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Penjaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik sejak awal (right first time every time) Sallis (2006). Penjaminan mutu merupakan strategi pencegahan agar dalam produksinya atau proses peyediaan jasa tidak ada proses yang tidak berguna. Dengan kata lain, memakai istilah Philip B. Crosby (dalam Sallis, 1993), tujuan adanya penjaminan mutu adalah menciptakan produk tanpa cacat ( zero deffect).
  Penjaminan mutu berkaitan dengan konsistensi produk dengan spesifikasinya merupakan salah satu cara untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan oleh produsen itu bermutu sesuai dengan standar-standar yang diatur oleh prosedur-prosedur yang ada dalam sistem jaminan mutu. Sistem penjaminan mutu pada akhirnya bermuara pada upaya peningkatan terus menerus (quality improvement), untuk memberi layanan yang memuaskan pengguna layanan.

C. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
   Dalam pandangan supervisi, pendidikan pada dasarnya merupakan suatu perusahaan (entreprise) dengan mengacu pada jaminan mutu (QA) untuk memuaskan kastemer. Kastemer pada institusi pendidikan yaitu : internal customer – Anak didik  eksternal customerOrang tua, Masyarakat,  Pemerintah, Dunia Usaha/Industri Usaha pendidikan ditujukan pada efektifitas belajar sebagai outcomes pembelajaran. Berdasarkan tuntutan profesionalisme, otonomi dan akuntabilitas profesional, pengawasan pendidikan dikembangkan dari kajian supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan merupakan fungsi yang ditujukan pada penjaminan mutu mengajar- belajar yang dilakukan oleh guru. Supervisi akademik sama maksudnya dengan konsep supervisi pendidikan. Educational supervision sering disebut pula sebagai Instructional Supervision atau Instructional Leadership, yang menjadi fokusnya adalah mengkaji, menilai, memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan mutu kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan bersama dengan guru (perorangan atau kelompok) melalui pendekatan bimbingan dan konsultasi dalam nuansa dialog profesional.
   Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan dan struktur organisasi persekolahannya pun disusun guna memfasilitasi perwujudan tujuan pendidikan, serta para anggota organisasi, yaitu guru dan tenaga kependidikan dipimpin dan dimotivasi untuk mensukseskan pencapaian tujuan, tidak dijamin bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang direncanakan. Oleh sebab itu diperlukan adanya pengawasan sebagai mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen.
   Mutu pendidikan kita harus ditata dengan suatu sistem penjaminan yang menjanjikan dan dapat diukur. Mutu harus sesuai dengan harapan dan kriteria pelanggan/ pengguna bukan hanya apa yang terbaik bagi institusi. Sistem penjaminan mutu pendidikan dimaksudkan untuk menunjuk sekumpulan elemen pendidikan yang saling terkait dalam suatu konstruksi fungsional dan diarahkan pada terjaminnya mutu pendidikan. Sebagai suatu sistem seharusnya mencakup ; masukan, proses, dan output yang sistemik. Baik masukan, proses maupun output yang ada di sistem ini harus menuju terjaminnya mutu pendidikan.
  Sistem penjaminan mutu pendidikan di Indonesia dapat dirunut dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    Pasal 1 ayat (21) menyatakan, bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,   penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan. Pasal 35 ayat (1): Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
    Pasal 50 ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Pasal 51 ayat (1): pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pasal 51 ayat (2): Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Pasal 57 ayat (2): Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
2. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
          Pasal 2 ayat (2): Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Pasal 91: (1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Pasal 86: Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Pasal 87 ayat (1): akreditasi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilaksanakan oleh: (a) BAN-S/M terhadap program dan/atau satuan pendidikan pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah; (b) BANPT terhadap program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; (c) BAN-PNF terhadap progam dan/atau satuan pendidikan jalur nonformal. Pasal 92 ayat (6): LPMP mensupervisi dan membantu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan mutu pendidikan.
   Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, tampak bahwa dari sisi peraturan perundang-undangan, pemerintah memiliki komitmen yang kuat terhadap mutu pendidikan, termasuk upaya penjaminan mutu pendidikan nasional. Peraturan perundang-undangan tersebut selanjutnya diimplementasikan antara lain melalui Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009 (Depdinknas, 2006), yakni pensinkronan dengan program Bappenas antara lain dalam hal pengawasan dan penjaminan mutu secara terprogram dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Survei Bencmarking Mutu Pendidikan terhadap standar internasional. Lebih lanjut dalam Renstra Depdiknas juga disebutkan bahwa salah satu orientasi pencapaian standar internasional adalah mendorong sekolah untuk dapat memperoleh sertifikat ISO, dan sampai dengan tahun 2009, 85% unit utama Depdiknas memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000.

D. Sistem Penjaminan Mutu IPA di Sekolah
          Mata pelajaran IPA mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lain, dengan demikian proses pembelajaran dan sumber daya pendukung yang dibutuhkan juga berbeda. Sebagai konsekuensi dari hakekat IPA sebagai proses, produk, dan sikap, maka hasil dari pembelajaran IPA harus meliputi ketiga hal tersebut, jadi mutu pendidikan IPA bergantung kepada pembelajaran ketiga ranah tersebut. Untuk menjamin mutu pendidikan IPA diperlukan pembinaan dan pengawasan secara profesional. Akan tetapi pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi, maupun Kabupaten / Kota pada umumnya cenderung pada pengawasan dalam pengertian inspeksi dan kontrol, sehingga tidak / kurang mencapai sasaran.
    Penjaminan mutu pendidikan IPA adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi atau  melampaui stándar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Tujuannya adalah untuk Memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan IPA secara berkelanjutan yang dilaksanakan oleh sekolah atau institusi lain, misalnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) secara internal untuk memenuhi kebutuhan stakeholder melalui penyelenggaraan proses pembelajaran yang sesuai dengan hakekat IPA.
     Agar efektifitas belajar dalam  pendidikan IPA tercapai, perlu adanya standar performan baik untuk proses maupun produk sebagai acuan mutu. Dalam standar pendidikan IPA harus dinyatakan kebutuhan esensial minimal konsep dan keterampilan proses IPA yang diperlukan untuk melek IPA. Melek IPA (scientific literacy) pada masyarakat Amerika didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep dan proses ilmiah yang diperlukan untuk pembuatan keputusan personal, partisipasi dalam bidang hukum dan budaya, dan produktivitas ekonomi (National Academy of Sciences, 1996). NAS mencanangkan standar pendidikan sains nasional yang diorganisasikan dalam enam kelompok yaitu : 1) standar pengajaran sains; 2) standar pengembangan profesional guru-guru sains; 3) standar assesmen dalam pendidikan sains; 4) standar isi sains; 5) standar program-program pendidikan sains; dan 6) standar sistem pendidikan sains.
    Disamping pemenuhan enam standar yang telah ditetapkan, dalam National Science Teacher Association (NSTA), 2003. disyaratkan bahwa program penyiapan calon guru IPA harus mengacu pada sepuluh standar, sebagai berikut :
1.    Standar 1 : Konten
Guru-guru sains mengetahui dan dapat mengartikulasi pengetahuan dan penerapan sains terini. Mereka dapat menghubungkan dan menginterpretasikan konsep-konsep, ide-ide dan penerapan-penerapan di dalam bidang sesuai lisensi; dapat melakukan penyelidikan ilmiah
2.    Standar 2 : Hakikat Sains
Guru-guru sains mengajak siswa-siswanya untuk secara efektif belajar tentang sejarah, filosofi, dan penerapan sains. Mereka menyiapkan siswanya untuk membedakan sains dan nonsains, memahami evolusi penerapan sains sebagai kerja kersa manusia, dan melakukan analisis kritis yang dibuat atas nama sains.
3.    Standar 3 : Inkuiri
Guru-guru sains mengajak siswa-siswanya untuk belajar dalam berbagai metode inkuiri sains dan pembelajaran aktif melalui inkuiri ilmiah. Mereka mendorong siswa-siswanya  secara individu maupun kelompok untuk melakukan observasi, bertanya, merancang penyelidikan dan mengumpulkan serta menginterpretasikan data untuk mendapatkan konsep-konsep dan hubungannya dari pengalaman empiris.
4.    Standar 4 : Isu-isu
Guru-guru sains mengenali bahwa warga negara yang penuh informasi harus disiapkan agar dapat membuat keputusan dan berpartisipasi dalam issu-isu sains dan teknologi terkini kepada komunitasnya. Mereka meminta siswa-siswanya untuk melakukan inkuiri (penyelidikan) ke dalam dasar faktual tiap-tiap isu dan untuk menilai aksi yang mungkin dan hasilnya berdasarkan tujuan dan nilai-nilainya.
5.    Standar 5 : Keterampilan mengajar
Guru-guru sains menciptakan sebuah komunitas dari pebelajar-pebelajar yang beragam yang mengkonstruksi makna dari pengalaman sains mereka dan memiliki arahan untuk eksplorasi dan pembelajaran lebih lanjut. Mereka menggunakan, dan dapat memberi alasan, berbagai pengaturan kelas, pengelompokan, aksi, strategi, dan metodologi.
6.    Standar 6 : Kurikulum
Guru-guru sains merencanakan dan mengimplementasikan kurikulum yang aktif, yang aktif, koheren, dan efektif, yang konsisten dengan tujuan dan rekomendasi NSES.  Mereka mulai dari pemikiran yang dalam dan secara efektif menggabungkan penerapan-penerapan dan sumber-sumber ke dalam perencanaan dan pengajaran.
7.    Standar 7  : Sains dalam Komunitas
Guru-guru sains mengkaitkan disiplin ilmunya dengan komunitas lokal dan regionalnya, termasuk pemangku kepentingan dan memanfaatkan sumber-sumber individual, institusional, dan alam di komunitasnya ke dalam pengajarannya. Mereka secara aktif mengajak siswa-siswanya ke dalam penyelidikan atau aktivitas yang mengkaitkan sains dengan isu-isu lokal yang penting.
8.    Standar 8 : Asesmen
Guru-guru sains mengkonstruksi dan menerapkan strategi-strategi asesmen untuk menghasilkan latar belakang dan kemampuan pebelajar-pebelajar dan memfasilitasi perkembangan intelektual, sosial, dan personal pebelajar-pebelajar tersebut. Mereka menilai siswa-siswanya secara adil dan setara dan mengajak siswanya dalam asesmen-diri berkelanjutan.
9.    Standar 9 : Keselamatan dan Kesejahteraan
Guru-guru sains mengorganisasikan lingkungan pembelajaran yang aman dan efektif yang meningkatkan keberhasilan siswa dan kesejahteraan segenap mahluk hidup. Mereka mengharuskan dan menunjukkan pengetahuan dan penghargaan terhadap keselamatan dan menjaga kesejahteraan semua makhluk hidup yang digunakan di kelas atau yang ditemukan di lapangan.
10.  Standar 10 : Pertumbuhan Profesional
Guru-guru sains bekerja keras secara terus menerus untuk tumbuh dan berubah, secara personal dan profesional untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa-siswa, sekolah, komunitas, dan profesinya. Mereka memiliki hasrat dan watak untuk tumbuh dan menjadi lebih baik.
         Jika standar-standar tersebut kita kaitkan dengan standar di Indonesia, hal yang menonjol sebagai kekurangan sistem standar di Indonesia adalah standar yang belum di fokuskan pada standar pembelajaran sains/IPA. Standar yang ada masih bersifat umum untuk semua jenis mata pelajaran. Jika standar tersebut dikaitkan dengan praktik pembelajaran guru sains di Indonesia, hal yang menonjol sebagai kekurangan guru sains di Indonesia adalah penerapan hakikat sains, inkuiri, dan isu-isu sosial dalam pembelajaran sains.

E. Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan IPA

          Sekolah sebagai institusi harus meletakkan penjaminan mutu sebagai prioritas (quality first). Penjaminan mutu memastikan tidak ada cacat (zero defect) berdasarkan standar yang telah ditetapkan dalam keseluruhan proses pendidikan IPA yang menjamin bahwa siswa telah ditangani secara benar sejak awal (right first time and every time) sampai lulus sesuai dengan standar kelulusan. Penjaminan mutu merupakan peningkatan berkelanjutan (continuous improvement) untuk memberikan  layanan yang memuaskan bagi pelanggan primer yaitu siswa (Mukhupadhyay, 2005). Continuos improvement harus di mulai dari level sistim paling dasar, yaitu sistem kelas.
*        Peningkatan Berkelanjutan (continuous improvement) : dalam kelas IPA.
a.                                   Memandang Kelas Sebagai Suatu Sistem
            Dalam bukunya yang berjudul Continuous Improvement in The Science   Classroom, Burgard mengatakan bahwa salah satu inti dari pendekatan filosofi dari Deming adalah ketika keberadaan masalah, bukan masalah orangnya yang jadi masalah. Dia yakin bahwa 95 sampai 97 persen dari masalah adalah masalah sistem dan hanya 3 sampai 5 persen adalah masalah orangnya. Di dalam kelas guru seringkali menyalahkan siswa ketika sesuatu tidak berjalan baik. Beberapa guru mengatakan siswa tidak bertanggung jawab, malas atau tidak cukup pintar dan tidak hormat. Siswa akan mengatakan guru membosankan dan tidak perduli. Menyalahkan orang lain tidak akan pernah memecahkan masalah. Berfikir sistem  merupakan suatu pendekatan dalam pemecahan masalah. Sebelum menerapkan berfikir sistem, guru terlebih dahulu perlu memahami bagian dari sistem dan bagaimana menerapkannya di kelas. Berikut gambaran sistem di kelas :

Gambar 1. Classroom as a system (Burgard 2000)

     Gambar di atas menunjukkan bahwa tujuan dari keperluan di kelas harus didefinisikan dengan jelas dan mudah untuk dipahami. Tujuan dalam suatu organisasi atau sistem kelas sangatlah penting, seperti yang dikatakan oleh Burgard (2000) “Aim becomes the guiding light and the focus of classroom through the year and it also becomes the gauge by which activities and projects are selected”. Tujuan di dalam kelas juga harus vertikal dengan tujuan tim, departemen, sekolah. Tujuan pendidikan IPA secara umum adalah “Science Literacy”, termasuk di dalamnya ;
·      Mengembangkan sikap positif pada siswa terhadap sains dan meningkatkan  minat siswa pada fenomena-fenomena alam dan penerapan teknologi
·      Memahami konsep sains dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
·      Meningkatkan berfikir proses sains selama proses belajar berlangsung.
·      Meningkatkan nilai positif dan pengetahuan tentang sains sebagai bagian dari masyarakat juga memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perkembangan teknologi nasional.
     Pada sistem kelas siswa bertindak sebagai suplier, custumor dan product. Siswa-siswa tersebut datang dari berbagai wilayah dengan pengetahuan yang masih minim, guru akan mencetak materi dan mentransfernya kepada kastemer dalam hal ini siswa. Proses yang terjadi di kelas merupakan penerjemahan kurikulum untuk siswa, yang menggunakan berbagai gaya dan metode mengajar. Output ? setiap akhir tahun, banyak siswa yang melewati sistem sekolah dan hasil dari pembelajaran mereka menjadi produk dari sistem. Guru perlu meluluskan produk yang baik dan lebih baik lagi setiap tahunnya. Kastemer pada sistem sekolah terdiri dari dua yaitu kastemer eksternal dan internal. Kastemer eksternal terdiri dari masyarakat, perusahaan, guru pada level berikutnya dan orang tua, sedangkan kastemer internalnya adalah siswa, dari kastemer inilah diperoleh feedback. Guru memerlukan feedback dari berbagai sumber, mereka perlu mengetahui apa yang dirasakan siswa, dan apa yang telah mereka pelajari. Mereka akan memperolehnya melalui pertemuan dengan para orang tua. Dengan memahami posisinya dalam suatu sistem maka seorang guru dapat menemukan cara untuk meningkatkan setiap bagian sehingga sistem berfungsi dengan baik.

b.   Implementasi Continuous Improvement
1).   Jurnal Perbaikan Berkelanjutan (Continuos Improvement Journal)
o  Kalender (Calendars)
Sembilan kalender kosong di letakkan di halaman paling depan dari jurnal, berdasarkan kalender tersebut siswa dapat memberi tanda tanggal-tanggal penting mana yang akan ditandatangani atau pekerjaan rumah dan akan di beri nilai oleh gurunya. Di akhir smester para wali murid akan mengetahui hal tersebut.
o  Rubrik (rubrics)
Rubrik penilaian, melalui rubrik ini siswa mengetahui mengapa nialinya baik atau buruk.
o  Peta kesalahan (The error chart)
Siswa dapat mengetahui area-area khusus yang harus ditingkatkan.
o  100 fakta (The 100 facts)
Siswa diberikan 100 fakta yang perlu mereka ketahui mengenai sains.
o  Peta perjalanan individual (Individual Run Charts)
Siswa diberika empat alat untuk mengetahui wilayah-wilayah mana yang ahrus dikembangkan. Empat area tersebut adalah : perolehan informasi, pengetahuan, semangat/ kegairahan belajar dan perjalanan pembelajaran
o  Hadiah (little rewards)
Sebagai penghargaan dari hasil kerja yang baik, diberikanlah suatu hadaiah. Seperti pada siswa SMP yang suka dengan stiker, diberikanlah stiker bintang emas pada jurnalnya sebagai tanda pekerjaannya yang sempurna.

2).   Papan Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement Board)
Tugas siswa adalah membuat perjalanan peningkatan mereka masing-masing yang di dokumenkan dalam jurnal. Sedangkan tugas guru adalah menjaga atau membuat peta perjalanan peningkatan secara klasikal yang di tuliskan dalam papan tulis dan di gantung di dalam kelas. Ada lima point penting dalam Board improvement yaitu ;
o    Peta Perjalanan Kelas (Class Run Chart)
Peta ini mejadikan motivasi tersendiri, ketika seorang guru mengajar lebih dari satu kelas papan peningkatan ini akan memperlihatkan kelas mana yang nilainya lebih baik. Nilai kelas ini merupakan kontribusi dari individual run chart.
o    Histogram Permasalah Setiap Minggu ( Problem of the Week Histogram)
o    Grafik Semangat dan Belajar ( Enthusiasm and Learning Graphs)
o    Grafik penilaian guru (Substitute Teacher Evaluation Graph)
Inti dari dua strategi ini adalah hal ini penting dalam peningkatan kelas secara berkelanjutan, siswa perlu diberikan sumber-sumber bagaimana mereka bisa mengetahui dan mengevaluasi sendiri perbaikan mereka, selain itu juga diperlukan monitor perbaikansecara klasikal.


3).  Siklus PDSA (The PDSA Cycle)
Tujuan dari mengajar adalah membantu siswa memperbaiki/ meningkatkan segala yang bisa tingkatkan dan memperoleh apapun yang mereka dapat peroleh. Hal ini dilakukan dengan menyingkirkan penghalang di kelas yang menghalangi semangat dan pembelajaran. PDSA (Plan, Do, Study Act) merupakan metode sains pada aplikasi yang berbeda, dipinjam dari TQM Pelaksanaan PDSA ini diawali dengan parent plus delta chart, yang berisi feed back dari para wali murid. Pengisian chart para wali murid ini juga berdasarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak mereka. Ketika feedback untuk perbaikan diperoleh, saatnya membuat perencanaan untuk dilakukan. Kemudian guru dan murid perlu melaksanakan (Do) plan yang telah dibuat, kemudian mempelajari (Study) hasil yang telah siperoleh, setelah di analisis baru dilaksanakan tindakan (Act), atau membuat rencana kembali. Seperti yang tergambar pada gambar berikut
Cycle Diagram
Gambar 2. Siklus Perbaikan berkelanjutan pada pembelajaran IPA
 (Burgard 2000)

F.       Mekanisme sistem penjaminan mutu : Supervisi Pendidikan IPA
    Apa yang terjadi dalam pembelajaran IPA, saat guru masuk ke dalam kelas dan pintu kelas ditutup? Apakah continuous improvement di kelas berlangsung ?. Apakah ada jaminan bahwa proses pembelajaran IPA yang dilakukan tidak ada penyimpangan mulai dari perencanaan, PBM, asesmen, sampai dengan pengambilan keputusan terhadap siswa? Bagaimana mendeteksi dan mencegah sejak dini potensi penyimpangan yang timbul, sehingga siswa (dan semua kastemer) tidak dirugikan oleh praktik pembelajaran IPA yang tidak profesional? Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah “Itulah alasan mengapa sistem penjaminan mutu pendidikan IPA pada tingkat satuan pendidikan diperlukan”.
  Sesuai uraian sebelumnya, sistem manajemen mutu pendidikan IPA merupakan bagian dari sistem manajemen satuan pendidikan, sehingga secara umum berupa siklus plan, implement, assess, dan improve atau PDCA (plan, check, do, action) dalam sistem ISO.
Gambar 3 memperlihatkan bagan alur sistem penjaminan mutu pendidikan IPA.
Gambar 3. Pengembangan kualitas berkelanjutan model PDCA (Widodo, 2008)

a. Perencanaan (planning)
          Langkah pertama sistem ini adalah melakukan evaluasi diri, untuk mendapatkan gambaran posisi pendidikan IPA pada satuan pendidikan tersebut saat ini. Evaluasi diri ini dapat meliputi karakteristik siswa, sarana/prasarana untuk pembelajaran IPA, ketersediaan guru IPA (jumlah dan mutu), profil orang tua siswa, dan sebagainya. Evaluasi diri ini diperlukan untuk menetapkan standar mutu, agar nantinya dapat dijangkau oleh pendidikan IPA dalam satuan pendidikan tersebut.
b. Implementasi (Implemetation)
          Setelah standar mutu ditetapkan, SOP untuk mencapai standar mutu dirumuskan, personalia diidentifikasi dan mendapatkan deskripsi tugas, selanjutnya hal tersebut diterapkan. Penerapan dalam pembelajaran IPA terentang mulai dari penyusunan silabus sampai dengan pengkomunikasisan hasil asesmen kepada orang tua siswa. Dalam tahap implementasi, guru memiliki peran sentral. Gurulah yang merencanakan, melaksanakan pembelajaran, melakukan asesmen, pembimbingan, dan lain-lain. Sembari melakukan pelaksanaan, guru melakukan pencatatan pada form yang bersesuaian. Selain itu, pada tahap ini (sesuai SOP) mungkin ada petugas monitoring (atau pengisian form ‘monitor diri’). Siswa dilibatkan, misalnya dalam memberikan ‘penilaian pengajaran IPA yang dilakukan guru “X” oleh siswa’. Semua pihak harus menyadari, bahwa monitoring ini merupakan ‘komitmen untuk mutu’ yang telah disepakati oleh semua pihak untuk dilaksanakan. Keterlibatan pihak lain dalam implementasi dikendalikan oleh standar mutu dan SOP yang telah disusun. Jika dalam standar mutu dinyatakan bahwa ‘paling sedikit satu semester sekali dilakukan supervisi terhadap pembelajaran IPA oleh pengawas dinas dan/atau LPMP maka informasi dan fasilitasi kepada pihak tersebut perlu dilakukan.
c. Asesmen mutu (Assessment)
          Audit mutu dilakukan untuk memberi jawaban apakah penyelenggaraan pendidikan (dalam hal ini pendidikan IPA) telah memenuhi rambu-rambu, standar ambang, atau kriteria yang ditetapkan (Satori, 2007). Untuk melihat kemajuan pelaksanaan standar tadi dan untuk memastikan bahwa arah pelaksanaan ini sesuai dengan rencana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Evaluasi diri dilakukan terutama untuk melihat kekuatan dan kelemahan satuan pendidikan kaitannya dengan upaya pemenuhan standar. Tahapan selanjutnya adalah ‘Audit Mutu Akademik Internal (AMAI)’ untuk melihat kepatuhan terhadap standar mutu yang telah ditetapkan. Hasil yang diperoleh dari tahapan monitoring dan evaluasi, evaluasi diri, dan audit mutu internal serta ditambah dengan masukan dari seluruh stakeholders, digunakan sebagai pertimbangan di dalam melakukan peningkatan mutu.

F. Faktor pendukung dan penghambat penjaminan Mutu ??

1 komentar: